
ARTIKEL---NILAI PENDIDIKAN AMALAN HATI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Eksistensi hati adalah laksana raja pada tubuh manusia. jika
ia baik maka baiklah seluruh raga manusia itu, sebaliknya jika hatinya rusak
maka rusaklah jasad itu.
Urusan hari adalah urusan yang sangat halus. karena selain
hati juga ada qalbu, kabid, ada latif ada juga fuad, dan sirr di dalamnya yang
mendampingi hati. karenanya tak satupun
yang akan mengetahui apa isi hati seseorang secara utuh. ada yang mengatakan jika
dilihat dari gejala mungkin saja tersurat secara gestur bisa dibaca hatinya,
namun suara hati apalagi suara hati
kecil yang tak bisa bohong tak bisa ditembus. tapi yang paling penting tidak
dikatakan hati manakala ia tidak berbolak balik. di hati itulah adanya niat yang akan
menghantarkan pahala dan dosa.
dalam urusan niat ada yang berpendapat perlu dilafazkan
sebagai taukid. ada juga yang mengatakan tidak perlu karena Allah Maha Alim
tentang hal itu.
Niat bukanlah hanya sekedar mengucapkan lafaz , "saya
berniat" atau menetapkan suatu kejelasan amalan hati (qasad,ta'rad dan
ta'yin) setelah azam, tetapi ia adalah merupakan dorongan hati yang terjadi
seperti datangnya sesuatu dari Allah. Terkadang niat ini mudah dilakukan dan di
lain waktu sulit dilakukan. Barang siapa yang hatinya selalu terpusat pada
urusan agama, maka ia akan merasakan kemudahan dalam menghadirkan niat untuk
melakukan segala kebaikan, karena pada asalnya hatinya selalu condong pada
kebaikan, sehingga hatinya akan selalu terdorong untuk melakukan hal-hal yang
terpuji. Sebaliknya, barang siapa yang hatinya selalu condong kepada keduniaan,
maka tidak ada kemudahan baginya untuk hal itu, bahkan tidak mudah baginya
untuk melaksanakan kewajiban kecuali dengan usaha yang keras.
Simaklah sebuah hadits yang Diriwayatkan dari Sahabat
rasulullah Umar bin Khattab ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Segala amal perbuatan tergantung niatnya. Seseorang
hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa berhijrah karena Allah
dan RasulNya, maka hijrahnya itu akan kembali kepada Allah dan RasulNya. Dan
barang siapa berhijrah karena ingin memperoleh dunia atau karena wanita yang
akan dinikahinya, maka hijrahnya itu akan kembali kepada apa yang ditujunya
itu." (Hr. al-Bukhari dan Muslim). Imam Syafi'i mengomentari bahwa "
Hadis ini adalah sepertiga ilmu".
Asbabul wurud dari
hadits nabi di atas terkait seorang pemuda Makkah yang ikut berhijrah ke
Madinah lantaran alasan duniawi yaitu konon ada seorang wanita yang
dicintainya.
Kalimat "Segala amal perbuatan tergantung niatnya"
memberi pengertian bahwa segala amal perbuatan manusia yang sesuai dengan
sunnah (tuntunan) Nabi dapat dinilai baik (berpahala) tergantung pada niat yang
baik. Kalimat ini sesuai dengan sabda beliau sallallahu alaihi wasallam :
"Segala amal perbuatan tergantung pada akhirnya".
(Hr. Bukhari)
Kalimat "Sesorang hanya akan mendapatkan apa yang ia
niatkan" memberi pengertian bahwa pahala orang yang beramal tergantung
pada niat-niat baik yang terhimpun pada saat ia melakukan satu amal perbuatan.
Pada Kalimat ". Barang siapa berhijrah karena Allah dan
RasulNya, maka hijrahnya itu akan kembali kepada Allah dan RasulNya. Dan barang
siapa berhijrah karena ingin memperoleh dunia atau karena wanita yang akan
dinikahinya, maka hijrahnya itu akan kembali kepada apa yang ditujunya
itu" merupakan contoh yang diberikan oleh Rasulullah setelah menjabarkan
kaidah pertama tentang niat. Nabi hanya mencontohkan satu amal perbuatan,
tetapi berbeda dalam penilaian baik dan buruknya.
Segala perbuatan kemaksiatan tidak akan berubah lantaran
niat yang baik. Hendaknya orang yang tidak mengetahui jangan memahami bahwa hal
ini bisa saja terjadi karena keumuman sabda Nabi "Segala amal perbuatan
tergantung niatnya", sehingga ia menyangka bahwa kemaksiatan dapat berubah
menjadi ketaatan karena niat. Sabda beliau "Segala amal perbuatan
tergantung niatnya" berlaku hanya untuk dua dari tiga macam amal
perbuatan, yaitu : ketaatan dan perbuatan yang mubah (boleh), tidak berlaku
untuk yang ketiga, yaitu kemaksiatan. Karena bisa saja ketaatan berbalik
menjadi kemaksiatan lantaran niatnya dan perbuatan mubah (boleh) bisa berubah
jadi kemaksiatan atau ketaatan lantaran niat. Hal ini berdasarkan hadis dari
Abu Dzar Al Gifary bahwa Rasulullah saw. bersabda :
"…….dan pada alat kemaluan seorang terdapat sadaqah,
para sahabat bertanya : wahai Rasulullah apakah jika seseorang di antara kami
dalam melampiaskan hasratnya mendapatkan pahala ? beliau menjawab : bagaimana
menurutmu jika ia melampiaskannya pada hal yang haram, apakah ia akan
mendapatkan dosa ? demikian pula jika ia melampiaskannya pada hal yang halal,
maka ia akan mendapatkan pahala." (Hr. Muslim).
Imam Al-Nawawi rahimahullah
berkata : "Hadis ini memberikan petunjuk bahwa segala amal
perbuatan yang mubah (boleh) dapat berubah menjadi ketaatan lantaran niat yang
benar.
Oleh karena itu berjima’
dengan isteri sahnya dapat dikatakan ibadah jika ia diniati menunaikan
hak istri dan mempergaulinya dengan ma'ruf (baik) sebagaiman perintah Allah
SWT. atau ia niatkan agar mendapatkan anak yang saleh, menjaga diri (dari
kemaksiatan), menjaga istri, mencegah keduanya dari memandang, memikirkan dan
menghendaki hal yang diharamkan atau pun maksud-maksud baik lainnya.
Mari kita perhatikan Sahabat rasulullah Muaz pernah berkata
: "Sesungguhnya aku mencari ridha Allah dengan tidurku sebagaimana aku
mencari ridha Allah di waktu aku terjaga."
Sekali lagi ingatlah kemaksiatan tetap tidak dapat berubah
menjadi ketaatan karena niat, bahkan jika kemaksitan itu diniati dengan niat
jahat, maka dosanya akan berlipat ganda.
Ketaatan berhubungan dengan niat dalam hal asal keabsahannya
dan berlipat ganda keutamaannya. Adapun asal keabsahannya adalah dengan
meniatkannya hanya demi beribadah kepada Allah semata dan jika diniatkan karena
riya' (pamer), maka akan berubah menjadi kemaksiatan. Sedangkan
keberlipat-gandaan keutamaannya itu tergantung banyaknya niat yang baik.
Semua perbuatan mubah (boleh) tergantung pada niatnya atau
beberapa niat. Dengan niat, ia dapat berubah menjadi ibadah yang baik dan dapat
memperoleh derajat yang tinggi.
Umar bin Khattab ra. berkata : "Amal perbuatan yang
paling utama adalah melaksanakan sesuatu yang difardlukan oleh Allah, menahan
diri dari sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan niat yang benar pada sesuatu
yang berada di sisi Allah."
Ketahuilah Seorang ulama salaf berkata : "Berapa banyak
amal perbuatan kecil menjadi besar lantaran niat, dan berapa banyak amal
perbuatan besar menjadi kecil lantaran niat."
Yahya bin Abi Katsir berkata : "Pelajarilah niat,
karena niat adalah amal yang paling berat."
Ibnu Umar ra. pernah mendengar seseorang yang berihram dan
berdoa : "Wahai Tuhan, sesungguhnya hamba menghendaki haji dan
umrah."
Lalu Ibnu Umar ra. berkata kepadanya : "Apakah kamu
ingin agar orang lain mengetahui (doamu itu), bukankah Allah mengetahui apa
yang ada di hatimu ?" Ini karena niat adalah kehendak hati dan tidak wajib
melafalkan pada ibadah apa pun.?
Keutamaan niat yang baik adalah baru saja dimulai ia sudah
diberikan ajrun (pahala) oleh Allah kendati tidak jadi dilakukan. Contoh ia
meniatkan untuk bangun tahajjud, dan lain sebagainya. Berbeda dengan niat jelek
dia tidak akan diberi dosa ketika niat tadi tidak dilaksanakan.
Kesimpulannya, dari uraian di atas memang segala sesuatu
tidak hanya dengan niat saja tetapi tanpa niat yang suci sesuatu tak akan
berarti. Terkait dengan tibanya ramadlan marilah pasang niat yang benar untuk
mencari ridla Allah swt semata. Niat ada di hati, hati adalah sentral seluruh
jasad. Kendalikanlah hati. Jagalah hati karena ia adalah lentera dalam hidup
ini. Jangan berikan ia berkarat. Ia akan bersinar terang manakala terus
dibersihkan dengan amal sholeh.
Kesimpulannya adalah niat memberikan nilai pendidikan yang sangat dalam yaitu sah batalnya dan
memberikan vonis sebuah amal akan bergantung kepada niat seseorang hamba. Jadi
urgensi niat ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Tentunya hal ini tidak mudah
dilakukan karena hati manusia yang mengeluarkan niat itu bisa terkontaminasi
dengan berbagai penyakit yang akan mengotori niat itu. Solusinya adalah
membersihkan wadah tempat niat itu (hati) dengan kalimat thayyibah berupa
kalimat tauhid, tahmid, tahlil, tasbih dan istigfar yang dimulai sejak dini.
Mari menjaga niat ketika mau beramal ibadah, jangan sampai kita melakukannya
hanya mendapat lelah semata.
Nilai pendidikan yang bisa dipetik adalah bagaimana hati
(sumber niat) ini mampu berkontribusi melahirkan amalan sirr yang tak terhitung
jumlahnya. Ingatlah Allah SWT tidak melihat kepada jasadmu, bentuk rupamu tapi
Allah melihat kepada hatimu (al-Hadits).
amalan hati seseorang kita tidak bisa membacanya, mungkin
saja orang yang kelihatannya sederhana lebih banyak pahalanya lantaran hatinya
hidup (dawam bidzikrullah) dari pada orang yang hanya berucap namun kosong dari
amalan hati.
semoga Allah memberi takaran mizan amal kebaikan yang
berlipat ganda di akhirat kelak dengan adanya amalan hati yang hidup. Jangan
sampai hati kita mati tak memberi kontribusi amal sholeh. Amalan hati nyaris
sering terlupakan. dari itu mari kita mulai menata/menejement qalbui terlebih
usia kita sudah lewat empat puluh tahun.
Wallahu’alam bishawab.